Sunday, November 28, 2010
The Marginalized, Perjalanan Spiritual Indrawan Prabaharyaka-Widyastuti Prabaharyaka Mempelajari Ironi Hidup
jogjanews.com
Pasangan suami istri Indrawan Prabaharyaka dan Widyastuti Prabaharyaka menjelma menjadi seniman saat memamerkan karya-karya seni rupa mereka di Via-Via Travelers Café Yogyakarta dengan tajuk pameran “The Marginalized” pada 27 November hingga 19 Desember 2010 mendatang.
Awalnya Indrawan Prabaharyaka adalah peneliti, penulis dan ahli mesin juga. Sementara Widyastuti Prabaharyaka seorang desiner, ilustrator dan fotografer.
Kemudian mereka berubah menjadi seniman dengan memamerkan puluhan bentuk karya seni rupa seperti sketsa, fotografi dan lukisan yang mereka buat saat berbulan madu mengunjungi berbagai wilayah di Asia.
Tidak seperti bulan madu yang dilakukan banyak pasangan suami istri baru yang biasanya pergi berdua ke tempat yang romantis, Indrawan Prabaharyaka dan Widyastuti Prabaharyaka malah pergi ke tempat-tempat kumuh yang ada di wilayah Asia.
Rupanya keahlian Indrawan sebagai peneliti dan penulis serta Widyastuti sebagai ilustrator dan fotografer menghasilkan racikan konsep dan eksekusi karya seni yang menarik dan istimewa karena belum pernah dilakukan orang lain sebelumnya.
Perlu ditambahkan juga, mereka berdua juga mempunyai idealisme yang besar ketika memilih mengunjungi tempat-tempat kumuh untuk bisa mengerti, memahami kehidupan masyarakat bawah dan kemudian membagi pengalaman hidup itu kepada orang lain sehingga diharapkan orang lain memahami ada masyarakat lain yang sedang terpuruk dalam kemiskinan.
“Pameran The Marginalized berbicara tentang masyarakat yang terpinggirkan, yang berada pada ambang dan batas sekaligus dari dampak modernisasi kota yang identik menghasilkan persoalan kemiskinan,” kata Amanda M Paramita, art manager Via-Via Alternative Art Space Yogyakarta.
11 tempat di Asia
Pameran The Marginalized memamerkan 57 karya seni rupa Indrawan Prabaharyaka dan Widyastuti Prabaharyaka dalam bentuk 50 fotografi, sketsa (9) dan lukisan (8). 57 karya seni rupa ini dihasilkan dari perjalanan mereka berdua mengelilingi 11 tempat di Asia yang mereka mulai 21 November 2009.
Mereka memulai perjalanan dari Jakarta menaiki kapal PELNI ke Pontianak, Kuching, Miri, Bandar Seri Begawan, Kota Kinabalu lalu naik pesawat ke Manila. Dari Manila mereka berdua menuju Macau, Hongkong, Singapura, Kuala Lumpur, Penang, Jakarta, Bandung dan memamerkan karya mereka di Yogyakarta.
Salah satu fotografi yang dipamerkan pasangan yang menikah satu minggu sebelum berbulan madu ini adalah gambar toilet yang ada di salah satu kapal PELNI yang mereka gunakan sebagai alat transportasi dari Jakarta ke Pontianak. “Kita sampai susah mandi sampai tiga hari di kapal PELNI,” kata Indrawan Prabaharyaka.
Di Manila, pasangan ini sempat bekerjasama dengan sebuah LSM untuk mengajari praktek fotografi bagi masyarakat yang hidup di daerah kumuh di kota Manila. “Nama tempatnya itu Baseco, pemukian kumuh terbesar di Manila,” terang Indrawan.
Di kawasan Baseco ini, Indrawan –Wdiyastuti menciptakan beberapa karya fotografi seperti “Everyone is Artists” serta “Aplaya”. Selain fotografi, mereka juga membuat sketsa berjudul “Women in Sarong” yang kemudian dari sketsa itu dibuat karya lukis berjudul “Maraming Bayani”.
“Karya lukis yang kita buat, sebenarnya dilakukan belakangan, berangkat dari sketsa yang kita buat. Misalnya sketsa nomer 1 itu,” kata Indrawan seraya menunjuk ke lukisan “Maraming Bayani”
Di kota-kota yang lain, Indrawan-Widyastuti juga menghadirkan kehidupan masyarakat yang mereka saksikan melalui fotografi, sketsa serta lukisan. Kehidupan tenga kerja Indonesia di Hongkong misalnya dihadirkan pasangan ini melalui lukisan “Just Another Victoria Park”.
Lalu lalang mobil-mobil bagus di jalanan di Kota Bandar Seri Begawan juga menjadi obyek karya seni lukis oleh Indrawan dan Widyastuti yang mereka tampilkan dalam lukisan “Petrodolar Culture”.
Pemilik Via-Via Café, Mie Corneudeos mengatakan karya-karya foto yang diciptakan pasangan suami istri ini hadir begitu kuat. Pasangan dari Bandung ini tidak hanya membuat foto yang bagus tapi juga pengaturan karya yang dipamerkan juga menarik.
“Foto-foto mereka kuat sekali, mereka tidak hanya bikin foto yang bagus tapi betul-betul konseptual,” kata Mie dengan menambahkan karya-karya yang dipamerkan juga berhubungan dengan tempat Via-Via Café yang berfungsi sebagai tempat bagi para traveler dari banyak negara.
Sementara Ivan Kurniawan Nasution dalam catatan pamerannya menerangkan, karya-karya dalam “The Marginalized” berisi kritik sosial yang cerdas dari kehidupan masyarakat atau bahkan gaya hidup.
Pameran “The Marginalized menggambarkan masyarakat marginal mampu memanfaatkan apapun baik secara literal maupun metafora untuk menjaga kelangsungan hidup mereka. Sebenarnya mereka berhadapan dengan bencana (katastropik) tapi berhasil berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Kesadaran terhadap ruang marginal hadir sebagai benteng untuk resiliansi (bertahan) ditengah marginalisasi,” tulis Ivan Kurniawan Nasution, arsitek Berlage Institute Rotterdam.
Itulah ironi hidup. Hidup memang tidak seindah syurga. Jadi mari kita nikmati perjalanan spiritual pasangan ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment